Mora-Cyber4rt - Kajian reproduksi manusia di luar angkasa
atau antariksa pernah didalami ilmuwan. Ternyata, memang berisiko
melakukan hubungan suami istri di ruang nirgravitasi itu.
Konon,
seks di ruang hampa itu dapat menimbulkan penyakit otak, termasuk saraf
dan kanker, bahkan bisa menghilangkan nyawa. (Klik juga
Seks di Luar Angkasa Akibatkan Kematian?)
Nah,
misalkan astronot tetap nekat berambisi melahirkan bayi di antariksa,
lalu muncul pertanyaan, seperti apa nanti wujud bayi yang dilahirkan?
Laman
Gizmodo melansir, Rabu 15 Mei 2013, Michael Stevens, penggiat sains AS, melalui channel video di
Youtube bernama Vsauce, menjelaskan berbagai kemungkinan wujud fisik bayi yang dilahirkan di luar angkasa.
Dalam
video presentasinya, Stevens mengatakan, lingkungan biologi Bumi dengan
antariksa sangat berbeda. Tentunya, kondisi ini berdampak pada
aktivitas seks di antariksa.
Hal yang disoroti yakni soal
kecepatan di ruang angkasa yang mencapai 28 ribu kilometer per jam.
Kondisi ini bisa berpengaruh pada keberlangsungan sperma.
Pada lingkungan yang hipergravitasi, pembuahan sperma akan berkurang, karena minimnya intensitas perpindahan sperma cepat.
Sementara
itu, dalam kondisi gravitasi normal, pembuahan berjalan normal,
karenanya intensitas perpindahan sperma ke sel telur juga normal.
Pada
kondisi minus gravitasi, atau di ruang angkasa, pergerakan sperma tentu
berbeda. "Di ruang angkasa, sperma berenang sangat cepat," ujarnya.
Stevens
mengatakan, alih-alih untuk melakukan hubungan seks, dalam aktivitas
normal, astronot juga kadang menghadapi tantangan, yakni sindrom
adaptasi ruang angkasa.
Pada situasi ini, astronot harus menjaga kesehatan dari kemungkinan terserang penyakit.
Ia
berpendapat, berhubungan seks di lingkungan ini sangat sulit, karena
astronot susah mengembangkan gerakan, keseimbangan, dan lainnya.
Perbedaan lingkungan juga membawa perubahan kondisi cairan dalam tubuh, antara di Bumi dan antariksa berbeda.
Bahkan,
ketika pembuahan terjadi, janin dalam rahim dapat memengaruhi produksi
darah, panjang, dan berat tulang serta kekuatan jantung.
Stevens
menunjukkan kemungkinan jabang bayi yang dihasilkan di ruang angkasa
memiliki kondisi tulang seperti penyakit rakitis. Penyakit ini merupakan
pelunakan tulang pada anak, karena kekurangan atau gangguan metabolisme
vitamin D dan kalsium.
Secara keseluruhan, Stevens ingin
mengatakan bahwa melahirkan bayi di ruang angkasa adalah hal yang sangat
sulit. Manusia memiliki keterbatasan pada lingkungan tanpa bobot.
"Bayi di ruang angkasa tentu hanya menjadi berita bagus saja," ujarnya.
Penasaran seperti apa videonya? Lihat di sini: