Kring.. Kring.. HP-ku berbunyi. Saat itu aku berada di kantorku sedang
membaca surat-surat dan dokumen yang barusan dibawa Lia, sekretarisku,
untuk aku setujui. Kulihat di layar tampak sebuah nomor telepon yang
sudah kukenal.
"Hello.. Dita.. Apa kabar" sapaku.
"Hi.. Pak Robert.. Kok udah lama nih nggak kontak Dita"
"Iya habis sibuk sih" jawabku sambil terus menandatangani surat-surat di mejaku.
"Ini Pak Robert.. Ada barang bagus nih.." terdengar suara Dita di seberang sana.
Dita ini memang kadang-kadang aku hubungi untuk menyediakan wanita untuk
aku suguhkan pada tamu atau klienku. Memang terkadang untuk menggolkan
proposal, perlu adanya servis semacam itu. Terkadang lebih ampuh
daripada memberikan uang di bawah meja.
"Bagusnya gimana Dit?" tanyaku penasaran.
"Masih anak-anak Pak.. Baru 15 tahun. Kelas 3 SMP. Masih perawan"
Mendengar hal itu langsung senjataku berontak di sarangnya. Memang
sering aku kencan dengan wanita cantik, ABG atupun istri orang. Tetapi
jarang-jarang aku mendapatkan yang masih perawan seperti ini.
"Cantik nggak?" tanyaku
"Cantik dong Pak.. Tampangnya innocent banget. Bapak pasti suka deh.." rayu Mami Dita ini.
Setelah itu aku tanya lebih lanjut latar belakang gadis itu. Namanya
Tari, anak keluarga ekonomi lemah yang perlu biaya untuk melanjutkan
sekolahnya. Orang tuanya tidak mampu menyekolahkannya lagi sehabis SMP
nanti, sehingga setelah dibujuk Dita, dia mau melakukan hal ini.
"Minta berapa Dit? " tanyaku
"Murah kok Pak.. cuma lima juta"
Wah.. Pikirku. Murah sekali.. Aku pernah dengar ada orang yang beli
keperawanan sampai puluhan juta. Singkat kata, akupun setuju dengan
tawaran Dita. Aku berjanji untuk menelponnya lagi setelah aku sampai di
lokasi nanti.
"Lia.. Ke sini sebentar" kutelpon sekretarisku yang sexy itu. Tak lama
Lia pun masuk ke ruanganku. Sambil tersenyum manis dia pun duduk di
kursi di hadapanku.
"Ada apa Pak Robert?" tanyanya sambil menyilangkan kakinya memamerkan pahanya yang putih.
Belahan buah dadanya tampak ranum terlihat dari balik blousenya yang
agak tipis. Ingin rasanya aku nikmati dia saat itu juga, tetapi aku
lebih ingin menikmati perawan yang ditawarkan Dita. Toh masih ada hari
esok untuk Lia, pikirku.
"Saya perlu uang lima juta untuk entertain klien. Tolong minta ke bagian keuangan ya" kataku.
"Baik Pak" jawabnya.
"Ada lagi yang bisa saya bantu Pak Robert..?" Lia berkata genit sambil menatapku menggoda.
"Nggak.. Mungkin lain kali Lia.. Saya sibuk banget nih" kataku pura-pura.
Aku tak ingin staminaku habis sebelum bertempur dengan Tari, anak SMP
itu. Liapun beranjak pergi dengan raut muka kecewa, dan tak lama dia
kembali membawa uang yang aku minta beserta slip tanda terima untuk aku
tandatangani.
"Nanti kalau perlu lagi, panggil Lia ya Pak" katanya masih mengharap.
"Baik Lia.. Saya pergi dulu sekarang. Jangan telepon saya kecuali ada emergency ya" jawabku sambil mengemasi laptopku.
Tak lama akupun sudah meluncur dengan Mercy kesayanganku menuju hotel di
kawasan Semanggi. Akupun cek in di hotel yang berdekatan dengan plaza
yang baru dibangun di daerah itu. Setelah mendapatkan kunci akupun
bergegas menuju kamar suite di hotel itu.
Setiba di kamar, kutelpon Dita untuk memberitahukan lokasiku. Dia
berjanji untuk datang sekitar satu jam lagi. Sambil menunggu kunyalakan
TV dan menonton siaran CNN di ruang tamu kamarku. Sedang asyik-asyiknya
melihat berita perang di Irak tiba-tiba HP-ku berbunyi.
"Sialan Lia. Aku khan sudah bilang jangan telepon." pikirku sambil mengangkat telepon tanpa melihat caller ID-nya.
"Halo. Pak Robert.. Ini Santi" kata suara di seberang sana. Santi ini adalah istri dari Pak Arief, manajer keuangan di kantorku.
"Oh Santi.. Aku pikir sekretarisku. Ada apa San?"
"Nggak Pak Robert.. Cuma kangen aja. Pengin ketemu lagi nih Pak.. Aku
pengin ulangi kejadian yang di pesta dulu itu. Bisa ketemuan nggak Pak
hari ini?"
"Wah.. Kalau hari ini nggak bisa San.. Aku sedang di tempat klien nih" jawabku mengelak.
"Khan minggu depan suamimu sudah pergi.. Jadi kita bisa puas deh nanti seharian" lanjutku.
"Habis Santi udah kangen banget Pak.." rengeknya.
"Sabar ya sayang.. Tinggal beberapa hari lagi kok" hiburku.
"OK deh.. Sorry kalau mengganggu ya Pak" katanya menyudahi pembicaraan.
Wah, ternyata dia sudah tak sabar kepengin aku kencani, pikirku. Mungkin
baru pertama dia bertemu dengan laki-laki jantan sepertiku di pesta
perkawinan dulu. Kemudian aku telepon Lia untuk menanyakan kepastian
kepergian Pak Arief ke Singapore, yang dijawab bahwa semuanya sudah
confirm dan Pak Arief akan berangkat tiga hari lagi.
Setelah satu jam setengah aku menunggu, terdengar bunyi bel kamarku.
Kubuka pintu kamarku dan tampak Dita bersama seorang gadis belia, Tari.
"Maaf Pak Robert. Tadi Tari baru pulang dari latihan pramuka di
sekolahnya" alasan Dita. Mungkin tampak di wajahku kalau aku kesal
menunggu mereka.
"OK nggak apa.. Ayo masuk" kataku sambil memperhatikan Tari.
Hari itu dia mengenakan tanktop yang memperlihatkan bahunya yang putih
mulus. Juga rok mini jeans yang dikenakan menambah cantik penampilannya.
Tubuhnya termasuk bongsor untuk anak seusia dirinya. Dari balik
tanktopnya tersembul buah dadanya yang baru tumbuh. Yang membuat aku
kagum adalah wajahnya yang cantik dan terkesan innocent.
"Tari.. Ini Oom Robert" kata Dita memperkenalkanku padanya.
Kuulurkan tanganku dan disambutnya sambil berkata lirih, "Tari.."
Kemudian kami bertiga duduk di sofa, dengan Tari duduk disamping
sedangkan Dita berhadapan denganku. Kurengkuh pundak Tari dengan tangan
kiriku, sambil kuelus-elus sayang.
"Gimana Pak.. OK khan" Dita bertanya
"OK.. Kamu jemput lagi aja nanti" jawabku sambil mengelus dan meremas
lengan Tari yang mulus itu gemas. Setelah itu Dita pamitan, tentu saja
setelah menerima pembayarannya.
"Kamu lapar nggak Tari? Kita pesan makanan dulu yuk" saranku.
Dia hanya menganggukkan kepalanya. Sekarang memang sudah waktunya makan
malam, dan aku tak mau staminaku tidak prima hanya karena perutku yang
lapar. Apalagi ternyata gadis yang dibawa Dita ini cantik sekali.
"Pesan apa?" tanyaku sambil memberikan room service menu padanya.
"Nasi goreng aja Oom"
"Minumnya?"
"Minta susu boleh Oom?" jawabnya.
Langsung aja aku pesan beefsteak dan bir untukku, dan nasi goreng serta
susu untuk Tari. Sambil menunggu pesanan datang, kamipun menonton TV.
"Channelnya Tari ganti ya Oom" katanya sambil mengambil remote.
"Oh ya.. Oom juga bosen lihat perang terus" jawabku sambil mengagumi keindahan Tari.
Setelah dia duduk, kuelus-elus rambutnya yang berpita dan panjangnya
sebahu itu. Tari kemudian mengubah channel TV ke channel Disney. Rupanya
dia suka menonton film kartun. Maklum masih anak-anak, pikirku.
"Kamu sudah punya pacar?" tanyaku setelah kami terdiam beberapa saat.
"Belum Oom.."
"Kenapa?" tanyaku lagi
"Tari khan masih kecil.." katanya sambil terus menatap adegan kartun di TV.
Aku pun makin bernafsu mendengar jawabannya. Yah.. Akulah nantinya yang
akan menikmatimu untuk pertama kalinya he.. He.. Kuciumi pipinya sambil
kuelus-elus pahanya. Tari nampak tak terbiasa dan bergerak agak
menghindar. Pahanya yang putih mulus makin tersibak menampakkan
pemandangan yang indah. Tanganku kemudian meraba dadanya yang baru
tumbuh itu. Kemudian kupegang wajahnya dan kucium bibirnya. Tampak
sekali bahwa dia belum berpengalaman dalam hal seperti ini. Tanganku
sudah ingin melucuti tanktopnya ketika tiba-tiba bel kamarku berbunyi.
"Room Service" terdengar suara di depan kamarku.
Akupun berdiri meninggalkan Tari untuk membuka pintu. Tampak ada perasaan lega di raut wajah Tari ketika aku beranjak pergi.
"Ada pesanan lagi Pak?" tanya petugas room service setelah meletakkan makanan di meja.
"Nggak" jawabku
"Mungkin buat anaknya?" tanyanya lagi
"Mungkin nanti menyusul" kataku sambil menandatangani bill yang diserahkannya.
Aku geli juga mendengar si petugas menyangka Tari adalah anakku. Memang pantas sih dilihat dari perbedaan umur kami.
Kamipun lalu menyantap makanan kami. Tari menikmati nasi goreng dan segelas susunya sambil terus menonton kartun kesayangannya.
"Mau buah Tari?" kataku sambil mengambil buah-buahan dari minibar.
"Nggak Oom.. Udah kenyang. Dibungkus aja boleh ya Oom.. Untuk adik di rumah" katanya.
Hm.. Benar-benar manis ini anak, pikirku. Dalam hati aku kasihan juga
pada dia, tapi aku tak dapat menahan nafsu birahiku untuk menikmati
tubuhnya yang muda itu.
Aku makan satu buah apel dan kuberikan sisanya padanya. Diterimanya
buah-buahan itu dan kemudian dimasukkan dalam tasnya. Akupun kembali
duduk disampingnya dan kemudian kuambil remote dan kumatikan TVnya.
"Ayo sayang kita mulai ya.." kataku sambil menciumi pundaknya yang terbuka.
Aku kemudian beralih menciumi bibirnya sambil tanganku meremas-remas
dadanya. Tak ada response darinya. Ketika tangannya yang mungil aku
letakkan di atas kemaluanku, dia diam saja.
"Kok diam saja sih!!" Bentakku.
"Oom.. Tari nggak pernah Oom.. Belum ngerti" jawabnya lirih ketakutan.
"Ya sudah sini kamu.." kataku sambil beranjak ke meja dimana laptopku
berada. Tari mengikutiku dari belakang. Langsung kusetel film BF yang
aku simpan di dalam harddiskku.
"Ayo sini duduk Oom pangku" kataku.
Taripun duduk di atas pangkuanku sambil melihat adegan persetubuhan
dimana seorang wanita bule cantik sedang dengan rakusnya mengulum
kemaluan orang berkulit hitam.
Mata Tari tampak takjub melihat adegan yang pasti baru pertama kalinya
dia lihat itu. Sementara aku menciumi dan menjilati pundak dan lehernya
yang jenjang dari belakang. Tangankupun telah masuk ke dalam tanktopnya
dan meremas-remas buah dadanya yang masih tertutup BH itu. Kutarik ke
atas cup BHnya sehingga tangankupun leluasa menjelajahi dan meremas buah
dadanya yang mulai tumbuh itu. Kupilin perlahan puting dadanya yang
mulai mengeras.
"Oom.. Jangan Oom.. Tari malu" katanya sambil menatap adegan di laptopku
dimana si wanita bule sedang mengerang-erang nikmat disetubuhi dari
belakang.
"Nggak usah malu sayang" jawabku sambil agak memutar tubuhnya sehingga aku leluasa menikmati dadanya.
Kulumat buah dada yang baru tumbuh itu dan kujilat lalu kuisap putingnya
yang kecil berwarna merah muda itu. Sementara tanganku yang satu telah
merambah paha sampai mengenai celana dalamnya.
"Pelan-pelan Oom.. Sakit" desahnya ketika tanganku mengusap-usap
kemaluannya setelah celana dalamnya aku sibak. Mulutku masih sibuk
mencari kepuasan dari buah dada anak belia ini.
"Kamu cantik sekali Tari.. Ohh yeah.." kataku meracau sambil mengulum dan menjilati buah dadanya.
Tanganku mengelus-elus pundaknya yang jernih, sedangkan yang satunya
sedang merambah kemaluan anak perawan ini. Kemaluanku tampak memberontak
di dalam celanaku, bahkan sudah mengeluarkan cairannya karena sudah
sangat terangsang.
Kuturunkan Tari dari pangkuanku, dan akupun berdiri didepannya. Kuciumi
bibirnya dengan ganas sambil tanganku meremas-remas rambutnya.
"Emmhh.. Emmhh.." hanya itu yang terdengar dari mulut Tari.
Kumasukkan lidahku dan kujelajahi rongga mulutnya. Sementara kuraih
tangan Tari dan kuletakkan ke kemaluanku yang sudah sangat membengkak.
Tetapi lagi-lagi dia hanya diam saja. Memang dasar anak-anak, belum tahu
cara memuaskan lelaki, pikirku. Dengan agak kesal kutekan pundaknya
sehingga dia berlutut di depanku. Dia agak berontak akan bangun lagi.
"Ayo.. Berlutut!!" kataku sambil menarik rambutnya.
Tampak air mata Tari berlinang di sudut matanya. Dengan cepat aku lepas
celana dan celana dalamku, sehingga kemaluanku berdiri dengan gagah di
depannya.
"Ayo isap!!" perintahku pada Tari yang tampak ketakutan melihat
kemaluanku yang sebesar lengannya itu. Kugenggamkan tangannya pada
kemaluanku itu.
"Ampun oomm.. Jangan Oom.. Besar sekali.. Nggak muat Oom" katanya mengiba-iba. Terasa tangannya bergetar memegang kemaluanku.
"Ayo!!" bentakku sambil menarik rambutnya sehingga kemaluankupun menyentuh wajahnya yang imut dan innocent itu.
Tampak Tari sambil menahan tangisnya membuka mulutnya dan akupun sambil berkacak pinggang menyorongkan kemaluanku padanya.
"Aahh.. Yes.. Make Daddy happy.." desahku ketika kemaluanku mulai
memasuki mulutnya yang mungil. Akupun mengelus-elus rambutnya yang
berpita itu dengan penuh kasih sayang ketika Tari mulai menghisapi
kemaluanku.
"Ayo jilati batangnya.. Sayang" kataku sambil mengeluarkan kemaluanku
dari mulutnya. Taripun mulai menjilati batang kemaluanku dengan
perlahan.
"Ayo isap lagi" instruksiku lagi sambil tanganku mengangkat dagunya dan menyorongkan kemaluanku padanya.
Taripun mulai lagi mengulum kemaluanku, walaupun hanya ujungnya saja
yang masuk ke dalam mulutnya. Kutekan kemaluanku ke dalam mulutnya
sehingga hampir separuhnya masuk kedalam mulutnya. Tampak dia tersedak
ketika kemaluanku mengenai kerongkongannya. Dikeluarkannya kemaluanku
untuk mengambil nafas, sementara aku tertawa geli melihatnya.
"Sudah. Oom.. Jangan lagi Oom" Tari memohon. Air matanya tampak menetes di pipinya
"Oom belum puas. Ayo lagi!!" bentakku sambil menjambak rambutnya, sehingga wajahnya terdongak ke atas menatapku.
Taripun terisak menangis, tetapi kemudian dia kembali menjilati dan
mengulum kemaluanku. Pemandangan di kamar hotel itu sangatlah indah
menurutku. Seorang laki-laki dewasa dengan tubuh tinggi besar sedang
berkacak pinggang, sementara seorang anak di bawah umur dengan wajah
tanpa dosa sedang mengulum kemaluannya.
Mungkin sekitar 15 sampai 20 menit aku ajari anak perawan itu cara untuk
memberikan kepuasan oral pada lelaki. Setelah itu aku merasakan
kemaluanku akan meledakkan cairan ejakulasinya.
"Buka mulutmu!!" perintahku pada Tari sambil mengeluarkan kemaluanku dari kulumannya.
Kemudian kukocok-kocok kemaluanku sebentar, dan kemudian muncratlah
cairan spermaku ke dalam mulutnya dan sebagian mengenai wajahnya.
"Oh.. Yeahh.. Nikmat.. Kamu hebat Tari.." erangku saat orgasme.
"Ayo telan!!" perintahku lagi ketika melihat dia akan memuntahkan spermaku keluar.
Tampak dia berusaha menelan spermaku, walaupun karena jumlahnya yang
banyak, sebagian meleleh keluar dari mulutnya. Diambilnya tisu dan
dibersihkannya wajahnya sambil membetulkan pakaiannya sehingga rapi
kembali. Dia pun kemudian mengambil dan meminum habis sisa susunya.
Sementara aku pergi ke toilet untuk buang air kecil.
Sekembalinya aku dari toilet, tampak Tari sedang duduk gelisah di sofa.
Pandangan matanya tampak kosong dan berubah menjadi takut ketika melihat
aku menghampirinya. Aku tersenyum dan duduk disampingnya. Kembali
kuelus-elus pundak dan tangannya.
"Omm.. Tari pengin pulang Oom.. Tari capek.." katanya.
"Yach kamu istirahat dulu aja sayang" jawabku sambil mencium pipinya.
Kamipun duduk terdiam. Kusetel kembali TV yang masih menayangkan acara
kartun kesukaannya itu. Kuusap-usap tubuhnya yang duduk di sampingku
sambil sesekali kuciumi. Aku menunggu hingga kejantananku bangkit
kembali.
Aku beranjak ke meja dimana laptopku masih menayangkan adegan syur
semenjak tadi. Di layar sekarang seorang pria bule sedang dihisap
kemaluannya oleh dua wanita cantik. Yang satu bule juga, sedangkan yang
lain wanita Asia, kalau tidak salah Asia Carrera namanya. Memang film
produksi Vivid ini bagus sehingga aku menyimpannya di harddiskku.
Melihat adegan demi adegan di layar, kejantananku pun perlahan bangkit
kembali. Kudatangi sofa dimana Tari berada. Tari tampak gelisah ketika
aku berlutut di depannya.
"Aku ingin menikmati memekmu sayang" kataku sambil menyibakkan rok
mininya. Kuciumi pahanya dan kujilati sampai mengenai celana dalamnya.
Kemudian kulepas celana dalamnya itu sehingga vaginanya yang bersih tak
berbulu itu tampak mempesonaku.
"Jangan Oom.. Tolong Oom" kata Tari ketika tanganku mulai meraba
kemaluannya. Karena gemas, langsung aku jilati dan isap vaginanya.
Lidahku menari-nari dan kumasukkan ke dalam liangnya yang perawan itu.
"Uhh.. Ampun Oom.." erangnya ketika aku menemukan klitorisnya dan
langsung kuhisap. Sementara tanganku naik ke atas meremas buah dadanya.
Kupilin-pilin putingnya sehingga mulai mengeras. Sementara vaginanya pun
sudah mengeluarkan lendir tanda dia telah siap untuk disetubuhi.
"Ayo kita lanjutkan di ranjang, manis.." kataku sambil merengkuh
tubuhnya dan menggendongnya. Aku ciumi bibirnya sambil badannya tetap
aku gendong menuju kamar tempat tidur.
Kurebahkan tubuhnya di ranjang, dan akupun mulai melucuti pakaianku.
Tampak kemaluanku sudah kembali membengkak ingin diberi kenikmatan oleh
anak kecil ini. Tari tampak memandangku dengan tatapan mengiba. Matanya
menampakkan ketakutan melihat ukuran kemaluanku.
Langsung kuterkam tubuhnya di ranjang dan kuciumi wajahnya yang manis.
Kubuka tanktopnya juga BHnya dan kulempar ke lantai. Langsung kusantap
buah dadanya yang masih dalam masa pertumbuhan itu, dan kujilati dan
kuisapi putingnya hingga mengeras.
Lalu kubuka rok mininya, sehingga Taripun sudah telanjang bulat pasrah
di atas ranjang. Jariku kemudian menari merambah vaginanya dan
mengusap-usap klitorisnya.
"Tolong jangan Oom.. Aduh.. Oom.. Jangan Oom.. Tari masih perawan Oom." rengeknya. Aku menghentikan kegiatanku dan menatapnya
"Memangnya Bu Dita bilang apa?" tanyaku
"Katanya Tari nggak akan diperawani. Cuma dipegang dan diciumi aja"
jawabnya terisak. Mendengar itu timbul perasaan iba karena ternyata dia
telah dibohongi oleh Dita.
"Ya sudah..
"Kataku.
"Kamu hisap lagi aja kontol Oom seperti tadi" perintahku.
Akupun lalu tidur telentang dan Taripun kutarik hingga wajahnya berada
di depan kemaluanku yang sudah berdiri tegak. Kutekan kepalanya
perlahan, hingga Taripun kembali memberikan kenikmatan mulutnya pada
kemaluanku. Tampak dari tatapanku, kepalanya naik turun menghisapi
kemaluanku. Tangankupun mengelus-elus rambutnya penuh rasa sayang
seperti rasa sayang bapak kepada anaknya.
"Ya terus.. Sayang" erangku menahan nikmat yang tiada tara.
Setelah beberapa menit, kutarik tubuhnya sehingga wajahnya tepat berada
diatas wajahku. Kuciumi bibirnya sambil tanganku meremas-remas
pantatnya. Kemudian kubalikkan badannya, sehingga badanku yang tinggi
besar menindih tubuh belianya. Kusedot puting buah dadanya dan
kugigit-gigit sehingga menimbulkan bekas memerah.
Lalu kurenggangkan pahanya, dan kuarahkan kemaluanku ke vaginanya.
"Jangan Oom.. Ampun Oom.. Jangan.. Ampun.." rengek Tari ketika kemaluanku mulai menyentuh bibir vaginanya.
Aku tambah bernafsu saja mendengar rengekannya, dan kutekan kemaluanku
sehingga mulai menerobos liang vagina perawannya. Terasa sesuatu
menghalangi kemaluanku, yang pasti adalah selaput daranya
"Ahh.. Sakiitt.." jeritnya menahan tangis ketika kutekan kemaluanku merobek selaput daranya.
Kutahan sebentar menikmati saat aku mengambil keperawanan anak ini, kemudian kugerakkan pantatku maju mundur menyetubuhinya.
"Ah.. Nikmat.. Ahh.. God.. Memekmu enak Tari." racauku
"Oh.. Ampun.. Sakit.. Udah Oom.. Ampun.." Tari merintih kesakitan sambil menangis.
"Yes.. You naughty girl.. Daddy must punish you.. Yeah.." aku kembali meracau kenikmatan.
Kugenjot terus kemaluanku, dan aku merasakan nikmatnya jepitan vagina
Tari yang sangat sempit itu. Tampak air mata Tari meleleh membasahi
pipinya, dan ketika kugenjot kemaluanku tampak wajahnya menyeringai
menahan sakit.
Kemudian kutarik pahanya sehingga melingkari pinggangku, dan sambil
duduk di ranjang kugenjot lagi vaginanya. Tanganku sibuk menjelajahi
buah dadanya.
Bosan dengan posisi itu, kubalikkan badannya dan kusetubuhi dia dengan
gaya "doggy style". Sudah tak terdengar lagi rengekan Tari, hanya suara
erangannya dan isak tangisnya yang memenuhi ruangan itu.
"Ahh.. Sakit Oom ampun.." rengeknya kembali ketika rambutnya kutarik sehingga wajahnya terdongak ke atas.
Sambil kusetubuhi tubuhnya, kadang kuciumi dan kugigiti pundak dan lehernya dari belakang, sambil tanganku memerah buah dadanya.
Setelah kurang lebih satu jam aku setubuhi dia dengan berbagai macam
posisi, akupun tak tahan untuk mengeluarkan cairan ejakulasiku.
Kubalikkan badannya dan kugesek-gesekkan kemaluanku di dadanya. Kadang
kugesek-gesekkan juga ke seluruh wajahnya.
"Ahh.. Memang enak perawan kamu Tari.." erangku sambil menumpahkan spermaku di dadanya.
Akupun kemudian bergegas menuju toilet untuk membersihkan diri.
Kemaluanku pun kubersihkan dari sisa sperma bercampur darah perawan
Tari. Sekembalinya aku dari toilet, kulihat Tari masih terbaring di
ranjang sambil menangis terisak-isak. Kubiarkan saja dia di sana, karena
aku sudah merasa puas dan merasa menjadi lebih muda setelah mereguk
kenikmatan dari anak itu.
Kuminum sisa birku, dan kutelepon Dita untuk menjemput Tari. Tak lama, Dita pun datang.
"Gimana Pak Robert?" tanyanya tersenyum.
"Wah.. Puas.. Tuh anak enak banget" kataku tertawa kecil.
"Syukurlah Pak Robert puas. Sengaja saya pilihin yang bagus kok Pak" katanya lagi.
"Percaya deh sama Dita. Tuh anaknya masih di kamar"
Dita pun masuk ke kamar tidur sedangkan aku nonton TV di sofa. Lagi-lagi
masih berita perang di CNN. Sementara itu, terdengar Tari menangis di
kamar sedangkan Dita berusaha menghiburnya. Setelah kurang lebih
setengah jam, merekapun muncul dari dalam kamar tidur.
"Saya permisi dulu Pak Robert" pamit Dita.
"Oh ya Dit.., kalau ada yang bagus lagi telepon ya. Untuk obat awet muda." jawabku sambil mengedipkan mataku.
"Beres Pak" jawabnya sambil menggandeng Tari keluar.
"Ini tasnya ketinggalan" kataku sambil menyerahkan tas Tari yang berisi
buah-buahan untuk adiknya itu. Kuperhatikan mata Tari masih sembab, dan
jalannya pun agak pincang ketika meninggalkan kamar hotelku.
Tak lama akupun cek out dari hotel. Dalam perjalanan pulang ke
apartemenku, aku mampir di panti pijat langgananku. Tubuhku agak pegal
sehabis menyetubuhi Tari tadi. Setelah dipijat, dan mandi air hangat,
tubuhku terasa sangat segar. Akupun bergegas pulang dengan mengendarai
Mercy silver metalik kesayanganku. Tak lupa kusetel lagu Al Jarreau
kesayanganku.
TAMAT